2011/11/25

H Suhadi Sang Pencipta Hymne UIN

H Suhadi (kanan) diwawancara Mirajudin Shd ,Yogya 2009
 Teka-teki siapa pencipta lagu Hymne UIN kini terjawab sudah. Adalah H Suhadi (73), seniman asal Yogyakarta, yang menciptakan lagu tersebut di tahun 1960-an.

Bagi masyarakat Yogya­karta, khususnya di kalangan seniman Muslim, nama Suhadi tampaknya sudah tak asing. Ia bukan saja dikenal sebagai komposer dan pencipta lagu-lagu bernafaskan Islam melainkan juga seorang pianis dan konduktor.
Sebagai pencipta lagu-lagu Islami, Suhadi sendiri telah banyak melahirkan karya ciptaannnya. Salah satunya adalah Hymne IAIN yang kemudian dipakai sebagai “lagu wajib” di seluruh Institut Agama Islam Negeri (IAIN) di Indonesia. Bahkan, ketika beberapa IAIN berubah menjadi universitas (UIN), lagu tersebut masih tetap diperdengarkan (lihat Berita UIN No 83).
Hanya saja, di beberapa UIN, judul dan  syair sedikit mengalami perubahan. UIN Jakarta misalnya, judul hymne diubah menjadi Hymne UIN, sementara UIN Yogyakarta menjadi Hymne UIN Sunan Kalijaga. Di kedua UIN ini, berdasarkan hasil penelusuran Berita UIN, syair lagu juga sedikit mengalami perubahan. Kecuali di IAIN, seperti IAIN Walisongo Semarang dan IAIN Sunan Ampel Surabaya, semua syair masih tetap sesuai naskah aslinya.
Suhadi menuturkan, Hymne IAIN dikarang tahun 1964 atau pada awal-awal IAIN berdiri dari sebelumnya bernama Akademi Dinas Ilmu Agama atau ADIA. Ceritanya bermula dari sebuah sayembara cipta lagu hymne IAIN yang digelar Departemen Agama. Lagu itu diperuntukkan bagi IAIN, yang waktu itu baru berdiri di dua tempat, yakni Yogyakarta dan Jakarta dengan rektor pertama Prof Drs Soenardjo.
“Waktu itu saya ikut lomba dan kemudian berhasil memenangkannya,” jelas Suhadi, yang ditemui di rumahnya di kawasan Wirobrajan, DI Yogyakarta, pada 14 Juni 2008 lalu. “Hadiahnya berupa uang sebesar Rp 45.000 dan sebuah piagam ha...ha...ha...,” lanjutnya seraya tertawa.
Dalam sayembara itu, Suhadi tak hanya diminta mengarang bait-bait syair tapi  sekaligus mengaransemen menjadi sebuah lagu. Namun, agar sejalan dengan visi dan misi IAIN, panitia pun menetapkan beberapa kriteria yang harus termuat dalam semangat lagu hymne tersebut.
Coretan tangan naskah asli Hymne IAIN yang disertakan dalam sayembara itu hingga kini masih tersimpan utuh di rumah Suhadi. Bahkan, ketika Berita UIN meminta untuk menyanyikan bait-bait syair lagu karyanya tanpa membaca naskah, ia pun masih sanggup dan hafal.
Ikut menyaksikan
Kini 44 tahun sudah lagu Hymne IAIN dicipta. Namun, Suhadi sendiri mengaku hampir tak pernah tahu dengan keberadaan lagu ciptaannya itu. Padahal, di seluruh IAIN/UIN di Indonesia, lagu itu masih kerap diperdengarkan, khususnya oleh kelompok paduan suara mahasiswa atau PSM.
Di UIN Jakarta, PSM  selalu memperdengarkannya di setiap ada acara resmi seperti wisuda sarjana, dies natalis, pengukuhan guru besar atau program pengenalan studi dan almamater (Propesa). Hal yang sama, juga dilakukan di UIN Yogyakarta.
Yang menarik, di “kampus orange” ini, setiap ada acara resmi, lagu hymne tak hanya diperdengarkan PSM Gita Savana tapi juga kerap mengundang Suhadi untuk mendengarkan dan menyaksikan langsung. “Saya sempat beberapa kali diundang hadir. Rasanya terharu sekali ketika lagu (hymne) itu dinyanyikan,” kata Suhadi dengan pandangan mata yang berkaca-kaca.
Hymne UIN Sunan Kalijaga sendiri, menurut dia, beberapa bait syairnya kini telah mengalami perubahan, kecuali untuk nada lagu. “Ada beberapa perubahan misalnya pada bait ketiga dari Pembangun jiwa//serta penggali menjadi Integrasikan//interkoneksikan. Selain itu, juga ada penambahan kata “Amin” dan not baru di akhir lagu tersebut,” paparnya dengan nada tetap bersemangat meski usianya kini mulai beranjak senja.
Meski ada perubahan, sebagai pencipta, Suhadi toh masih tetap bangga. Pasalnya tak lain karena lagu yang dinyanyikan dengan andante espressivo itu digubah oleh dirinya sendiri. “Perubahan itu dilakukan tahun 2004 atas permintaan pimpinan UIN Yogyakarta,” jelasnya. 
Menurut Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan UIN Yogyakarta Dr Maragustam, syair Hymne UIN Sunan Kalijaga memang sedikit mengalami perubahan sesuai dinamika dan perkembangan kampus UIN Yogyakarta. Namun, pihaknya sendiri tak mengetahui secara persis bagaimana sejarah perubahan lagu itu.
“Saya sebetulnya tidak mengetahui banyak tentang lagu hymne itu,” ujarnya singkat saat dihubungi di kampus UIN Yogyakarta. 
(sumber : www.uinjkt.ac.id/  penulis, Nanang Syaikhu, Kamis, 03 Juli 2008 12:06)

2011/11/23

Rafi Ahmad Mesra Dengan Ayu Ting Ting

Setelah Putus dengan Yuni Shara, Raffi Ahmad sekarang terlihat sering dekat dengan Ayu Ting Ting, apakah ada hubungan khusus antara keduanya??

Lantas apa komentar pelantun “Alamat Palsu” itu? 

 “Tanggapan aku sih, selama ini aku sama Aa Raffi hanya teman kerja,” ujar Ayu Ting Ting menanggapi kabar tersebut. “Mana mau Raffi sama aku,” ujarnya. Ayu memang kerap menjadi host di acara musik Dahsyat di RCTI bersama Raffi. Dari situlah rumor kedekatan keduanya muncul.

Meski begitu, Ayu mengaku hubungannya dengan Raffi hanya sebatas teman. Sampai saat ini, pelantun ‘Alamat Palsu’ itu pun hanya memikirkan masalah karier saja. “Kalau sekarang aku lebih mikirin karier saja,” ungkapnya saat dihubungi melalui telepon. (sumber : DetikNews.com)


2011/11/20

Amir Jemaat Qadian di Indonesia

Enkhas memegang ,kamera Video- disuapin roti Mia Wasim
Ketika Amir Jemaat Qadian , Hz Mirza Wasim Ahmad, yang akrab dipanggil Mia Wasim, berkunjung ke Indonesia - Juli 1991, Enkhas kebagian mengawal perjalanan beliau keliling ke Cabang-2 JAI se Indonesia.

Dalam kesempatan istirahat, setelah keliling ke sejumlah Cabang di Jawa dan Bali, Mia Wasim menyempatkan istirahat di Masjid Hidayat Jakarta, untuk bertemu dengan para Ahmadi sekitar Ibukota. Waktu ngobrol pagi , sambil minum the susu, Mia Wasim sempat nyuapin Enkhas dengan Roti, serta menandatangi Foto  Lucu dan exsklusip ini,  yang dicetak segera sebelum Mia Wasim Mulakat dengan para Ahmadi Jakarta. Semrntara dilator belakang foto, Nampak Pak Gunawan Jayaprawira (alm) tersenyum melihat  canda Mia Wasim dengan Enkhas .(kk/mw/gjp)

Ir. Qoyum, Sang Pencerah

Ir.Abd Qoyum SE, Dirut PGN
Judul diatas bukan isapan jempol. Ditahun 1990an, Perusahaan Listrik Negara (PLN) dilanda krisis, karena kemarau panjang. Sejumlah Waduk penting yang menggerakkan turbin PLN kering. Jika dalam satu minggu tak segera turun air dari langit, maka hampir dipastikan seluruh Jawa dan Bali terancam Mati Listrik.

Direktur PLN ketika itu, kebetulan cukup dekat mengenal Pak Qoyum, yang memang populer dikalangan aktivis Energi Nasional. Bahkan di sejumlah Negara Anggota OPEC, penghasil minyak dunia, putra Mln Abdul Wahid itu sering dijuluki Praktisi Energi yang religius. Pasalnya, setiap ada masalah disekitar urusan perminyakan dan Gas, yang tak mampu diatasi secara teknis, para kolega Pak Qoyum selalu minta agar dido’akan. Dan biasanya, setelah itu , sejumlah masalah menjadi beres.

Nah, berdasar pengalaman itu, Direktur PLN, dalam kesempatan kumpul-kumpul dengan sejumlah pejabat lainya, meminta agar Pak Qoyum berkenan mendo’akan, supaya kemarau segera berakhir, dan hujan memenuhi waduk-2 , untuk menggerakkan mesin PLN.
Dengan tenang Pak Qoyum menjawab, ya kalau minta do’a, buat lah surat secara resmi, karena saya kan harus secara resmi pula memohon do’a ke Imam saya. Maksutnya ke Huzur ke IV ra.- ketika itu.
Seperti biasa, singkat cerita, tak lama setelah surat permohonan dari Direktur PLN diterima, Pak Qoyum segera terbang ke London, untuk memohon do’a kepada Hazrat Mirza Taher Ahmad, Khalifatul Masih IV atba. Aktivitas mondar mandir ke London untuk mohon do’a di zaman Huzur ke IV ra, sudah nyaris tak terhitung bagi Pak Qoyum. Termasuk setiap saat ada gonjang-ganjing harga minyak OPEC yang mengancam perekonomian Indonesia, selalu Pak Qoyum kebagian tugas sowan Huzur IV ra untuk mohon do’a.

Kembali ke soal krisis PLN, setelah sowan Huzur IV ra, memohon doa, dan  tentu untuk banyak urusan yang lain pula, Pak Qoyum bergegas kembali ke tanah air. Menjelang  mendarat di Sukarno Hata, dari jendela pesawat Pak Qoyum melihat awan putih bergaris-garis dilangit Jakarta. Itu artinya, hujan benar-benar telah turun, dan selamatlah nasib Direktur PLN. Karena kalau tak turun hujan dan Jawa mati listrik, sang Direktur PLN bisa dipecat! 

Nah, disamping menyelamatkan nasib Direktur PLN, Pak Qoyum juga membuat cerah banyak fihak , yang kehidupanya sangat tergantung pada hidup ”Cerahnya” listrik Jawa Bali. (Kisah ini dituturkan mantan Durut PGN, Ir.A.Qoyum, pada kesempatan daras subuh, saat I’tikaf di Masjid Nashr.-nks.-11/10/08 )

2011/11/17

Hadir Dalam Jalsah Salanah Seabad di Qadian 1991 , Merupakan Karunia yang tak Terlukiskan

“Pengusaha Otomotiv dari Banglades, yang diwawancarai Musawir dan Enkhas, menuturkan”

Enkhas (duduk kedua dari kiri terdepan) saat meliput JS Qasian 1991
Sejak Kemerdekaan Pakistan, pisah dengan India tahun 1947, yang diikuti Hijrahnya Markaz Jemaat dari Qadian Ke Rabwah , baru tahun 1991- hampir 44 tahun kemudian, Khalifah Ahmadiyah bisa kembali berkunjung ke Qadian.  

Kunjungan Hz.Mirza Tahir Ahmad , Khalifatul Masih IV, adalah dalam rangka menghadiri Jalsah Salanah Ke Seratus Qadian- sejak  Masih Mau’ud as. Sekitar 25 ribu orang- delegasi dari berbagai Negara, ikut tumpah ruah, memenuhi arena Jalsah Qadian, yang berjarak sekitar lima menit jalan kaki dari Masjid Aqsa dan rumah Peninggalan Hazrat Masih Mau’ud.
Dari Indonesia sekitar 40 orang lebih ikut hadir berbaur dengan para Tamu Masih Mau’ud dari berbagai Negara, termasuk Musawir dan Enkhas- yang membuat liputan Audio Visual untuk bahan siaran “Embrio” MTA International, karena MTA baru resmi mulai siaran tahun 1993.

Banyak kenangan Indah, dalam balutan Nuansa Cinta yang tak Mudah Terlukiskan. Karena puluhan ribu manusia, yang mungkin sebelumnya tak pernah mengenal satu sama lain, tiba-tiba berpeluk salam khas Jemaat, dan tanpa ragu saling curhat atas kondisi diri dan Negara masing2.

Ada Pemuda Amerika- keturunan Pakistan, yang setelah ngobrol agak lama, kemudian menyatakan keberatanya, ketika ditanya apakah dirinya berasal dari Pakistan? Ada juga seorang Mubaligh Markazi Berkulit Hitam, yang saat berpapasan dengan delegasi Indonesia, tiba-tiba menyapa ramah dengan Bahasa Indonesia yang cukup fasih “ Hai Indonesia, apa kabar?” Belakangan baru kami ketahui, dari Mlv Abdusatar Rauf, bahwa beliau adalah Amir Jemaat Ahmadiyah Ghana, yang  dulu saat di Rabwah seangkatan dengan Mlv. Khaerudin Barus Sy, Mlv Abd Basyit Sy , dan Mlv Abd Satar.

Menggambarkan salah satu Nikmat dan Indahnya mengikuti Jalsah Seabad Qadian 1991, seorang Pengusaha Otomotiv dari Banglades, yang diwawancarai Musawir dan Enkhas, mengatakan : ”Banyak orang bisa menghadiri Jalsah Salanah Setiap tahun di berbagai Negara, tapi , bisa ikut hadir dalam Jalsah Salanah Seabad di Qadian 1991 , merupakan Karunia yang tak terlukiskan” , ujar pemuda paruh baya, yang mengaku Pengurus Khadim Bangladesh itu. “Karena, kesempatan ini hanya terjadi sekali seumur hidup, yang momentumnya tak bisa diulang lagi”, imbuhnya. (kk/ms.dok 1991)