N.Kukuh di Langgar Khana Qadian - India 1991 |
313 Darwish
Qadian
Masjid-masjid di Punjab Timur ditinggalkan.
Pun madrasah. Pura di Barat ditinggalkan. Perang agama terjadi. Jutaan orang
tewas………
Azan tetap berkumandang lima kali sehari.
Termasuk sekarang ini. Di saat Islam merasa menjadi minoritas yang sulit di
India. Azan itu terdengar dari jauh.
Dari masjid aliran Ahmadiyah di Qadian. Yang menaranya sangat tinggi itu.
Pun azan di situ tetap dikumandangkan di masa
tersulit Islam di India.
Itu tahun 1947. Ketika umat Islam di Punjab
Timur harus tergopoh-gopoh lari ke Punjab Barat.
Dan umat Hindu di Punjab Barat tergopoh harus
pindah ke Punjab Timur. - Hari itu India merdeka dengan amat rusuhnya. Merdeka
dalam bentuk dua negara. Hindu di Timur. Islam di Barat. India dan Pakistan.
dari kiri ke kanan ; Ir Zakir, N.Kukuh, Ir.Anis Ayub, Ir.A.Tsaqib- Qadian India- 1991
Dahlan Iskan dan 313 darwish qadian
313 Darwish
Jum at 17 January 2020
Oleh : Dahlan Iskan
Azan tetap berkumandang lima kali sehari.
Termasuk sekarang ini. Di saat Islam merasa menjadi minoritas yang sulit di
India.
Azan itu terdengar dari jauh. Dari masjid aliran
Ahmadiyah di Qadian. Yang menaranya sangat tinggi itu.
Pun azan di situ tetap dikumandangkan di masa
tersulit Islam di India.
Itu tahun 1947. Ketika umat Islam di Punjab
Timur harus tergopoh-gopoh lari ke Punjab Barat.
Dan umat Hindu di Punjab Barat tergopoh harus
pindah ke Punjab Timur.
Hari itu India merdeka dengan amat rusuhnya.
Merdeka dalam bentuk dua negara. Hindu di Timur. Islam di Barat. India dan
Pakistan.
Masjid-masjid di Punjab Timur ditinggalkan. Pun
madrasah. Pura di Barat ditinggalkan. Perang agama terjadi. Jutaan orang tewas.
Di tengah suasana kalut itu terjadi diskusi di
Desa Qadian. Apakah masjid besar di situ juga harus ditinggalkan. Padahal ada
makam Mirza Ghulam Ahmad di dekatnya. Ada juga masjid kecil yang bersejarah.
Masjid pertama. Yang didirikan junjungan mereka. Termasuk ada pula rumah tempat
kelahiran Mirza.
Mereka pun sepakat untuk mempertahankan Masjid
Qadian. Apa pun yang terjadi. Sampai pun kalau nyawa harus melayang.
Kesepakatan itu lantas menjadi putusan khalifah
mereka.
Tapi semua wanita harus mengungsi. Demikian juga
anak di bawah 18 tahun. Dan laki-laki di atas 55 tahun.
Hanya para pemuda yang ditugaskan tetap tinggal
di Qadian.
Jumlah mereka pun ditentukan: 313 orang. Sesuai
dengan yang ikut perang Badr --di zaman Nabi Muhammad.
Semangat Perang Badr memang mewarnai jiwa 313
orang itu.
Tapi mereka bertekad hanya bertahan untuk
menjaga masjid.
Seperti juga di Perang Badr mereka tidak punya
niat perang.
Semua yang bertugas di Qadian diberi surat tugas
langsung oleh khalifah mereka. Termasuk seorang pemuda yang terlanjur berangkat
mengungsi.
Surat khalifah itu ia terima di perjalanan. Saat
mengantar ibunya ke perbatasan.
Begitu menerima surat itu justru sang ibu yang
berkeras. Agar anaknya kembali ke Qadian.
Sang ibu mengatakan bahwa dia bisa mengungsi
bersama pengungsi lainnya.
Itulah salah satu dokumen yang sempat saya baca.
Yakni kesaksian mereka yang termasuk 313 itu.
Air mata saya berlinang beberapa kali membaca
dokumen itu.
Dari 313 orang tersebut kini masih dua orang
yang hidup. Saya tidak sempat menemui keduanya.
Sebenarnya mereka masih tinggal di Qadian. Tapi
sudah amat tua.
Selama mempertahankan Qadian itu mereka
menjalani kehidupan sufi: sedikit makan sedikit bicara dan sedikit tidur.
Mereka berjaga 24 jam dalam kelompok-kelompok
kecil.
Semua sudut jalan masuk desa Qadian diblokade.
Massa tidak bisa masuk ke kampung Ahmadiyah itu.
Desa ini lantas menjadi tempat persembunyian
yang aman. Orang yang tidak bisa mengungsi ke Pakistan mencari perlindungan di
sini.
Pemuda yang 313 orang itu lantas disebut para
Darwish. Yakni orang yang dengan tulus menjalani hidup sengsara. Mereka rela
meninggalkan keinginan hidup normal.
Di tengah suasana perang itu para Darwish tetap
teguh: mereka tetap mengumandangkan azan lewat menara. Lima kali sehari.
Qadian berhasil utuh. Sampai sekarang.
Pusat aliran Islam Ahmadiyah memang ikut pindah
ke Lahore, Pakistan. Lalu pindah lagi ke London (DI's Way:313 Ahmadiyah).
Tapi Qadian masih menjadi salah satu basis
Ahmadiyah.
Di samping tetap berani azan apakah juga berani
menyembelih sapi untuk kurban?
"Ini bukan soal berani atau tidak,"
ujar Saifullah Mubarak, yang menemani saya di Qadian. "Kami ini selalu
patuh pada pemerintah," tambahnya.
Menyembelih sapi dilarang di Punjab. Ada UU-nya.
Untuk menghormati keyakinan orang Hindu.
"Kami kan masih bisa memotong kambing dan
domba. Tidak ada masalah," ujar Saifullah yang asal Solok, Sumbar, yang
sudah kawin dengan wanita Punjab itu.
Banyak sekali pertanyaan ke saya: mengapa
Ahmadiyah dimusuhi oleh mainstream Islam? Sampai mengungsi ke London?
Semua ajaran Ahmadiyah sama dengan Islam pada
umumnya. Terutama mazhab Hanafi. Syahadatnya sama. Qurannya sama. Haditsnya
sama. Rukun Islamnya sama. Rukun Imannya sama.
Yang tidak sama hanya satu: Mereka yakin Mirza
Ghulam Ahmad adalah manusia seperti yang dijanjikan di ajaran Islam maupun
Kristen.
Yang diturunkan ke bumi sebagai ratu adil di
akhir zaman.
Dan begitu banyak orang yang mengaku mendapat
tugas seperti itu. Di Islam. Di Kristen. Dulu, kini dan masih akan ada
lagi.(Dahlan Iskan)
https://www.disway.id/r/805/313-darwish
Tidak ada komentar:
Posting Komentar