WR SUPRATMAN DALAM KENANGAN

 WR SUPRATMAN DALAM KENANGAN

Biografi WR Supratman, Pencipta Lagu Indonesia Raya yang Pernah Menjadi Buronan


SUNTING EDIT: MASKUH


Sumber: Wikimedia Commons

Setiap orang Indonesia tentu mengetahui lagu Indonesia Raya. Namun, tak banyak orang yang mengetahui tentang kehidupan sang pencipta lagu. Kalau kamu termasuk seseorang yang ingin mengenal sosok WR Supratman lebih dekat, coba baca biografi yang sudah kami siapkan di bawah ini!

Profil WR Supratman

Nama

Wage Rudolf Supratman

Tempat, Tanggal Lahir

Purworejo, 19 Maret 1903

Meninggal

Rabu Wage, 17 Agustus 1938

Warga Negara

Indonesia

Orang Tua

Djoemeno Senen Sastrosoehardjo (Ayah), Siti Senen (Ibu)



Pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan itu tidak selalu tentang seseorang yang melawan penjajah dengan cara mengangkat senjata. Ada juga pahlawan yang berjuang melalui musik, seperti WR Supratman. Melalui biografi WR Supratman di artikel ini, Anda dapat mengenal sosok komposer lagu Indonesia Raya ini lebih dekat.

Meskipun sering mendengar nama WR Supratman, Anda mungkin tidak mengetahui kalau WR itu merupakan singkatan dari Wage Rudolf. Sebuah nama yang tidak biasa bagi seseorang yang tidak memiliki darah Eropa sama sekali.

Nama Rudolf itu rupanya ditambahkan oleh kakak iparnya yang keturunan Eropa agar Wage bisa menempuh pendidikan di sekolah khusus anak-anak keturunan Belanda. Kakak iparnya itu juga yang mengenalkan dan menumbuhkan rasa cintanya pada musik.

Lalu apa sajakah kejadian yang dilewati oleh Wage Rudolf Supratman hingga akhirnya ia menciptakan lagu-lagu kebangsaan yang sering dinyanyikan pada setiap upacara kebangsaan? Cek ulasannya tentang biografi WR Supratman yang sudah kami siapkan di bawah ini!

Kehidupan Pribadi

WR Supratman (kanan) dan dua adik perempuannya
Sumber: Wikimedia Commons

Sebelum membicarakan tentang jasa-jasa WR Supratman untuk Indonesia dalam biografi-nya, akan lebih baik jika Anda mengenal sosoknya terlebih dahulu. Salah satunya adalah dengan mengenal kehidupan sejak ia masih kecil, pendidikan yang diambilnya, hingga rasa cintanya pada musik.

1. Masa Kecil

WR Supratman merupakan putra dari pasangan Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dan Siti Senen. Ayahnya merupakan sersan di KNIL (Kesatuan Tentara Hindia Belanda).

Awalnya, WR Supratman hanya diberi nama Wage oleh kedua orangtuanya. Nama tersebut diberikan karena ia lahir pada hari Kamis Wage, 19 Maret 1903. Wage sendiri merupakan sistem pancawara atau pasaran dalam bahasa Jawa selain Legi, Pahing, Pon, dan Kliwon.

Beberapa hari kemudian, sang ayah menambahkan nama belakang Supratman pada anak laki-laki tunggalnya itu. Selain Wage, Djoemeno juga memiliki lima anak perempuan.

Ketika Wage Rudolf Supratman berusia enam tahun, sang ibunda meninggal dunia karena sakit. Tak hanya merasa sedih karena ditinggal Siti Senen, sang ayah pun kesulitan untuk membiayai kehidupan keenam anaknya.

Pada tahun 1914, kakak tertua Wage yang bernama Roekiyem Soepratiyah menikah dengan seorang pria Belanda bernama Willem van Eldik. Ketika Roekiyem diboyong oleh suaminya ke Makassar, ia pun membawa serta dan mengangkat Wage sebagai anaknya.

2. Masa Sekolah

Sebagai satu-satunya anak lelaki di keluarganya, Wage Rudolf Supratman menjadi anak emas. Ia pun menjadi harapan besar untuk mengangkat martabat keluarga. Sehingga ia pun diharapkan dapat bersekolah hingga ke jenjang yang tinggi.

Agar Wage bisa menempuh pendidikan di sekolah yang lebih baik daripada kakak-kakaknya, ia diberi nama tengah Rudolf. Alasannya adalah karena Europese Lagere School (ELS) hanya menerima anak-anak keturunan Belanda dan Eropa saja, sehingga penambahan nama tengah itu diharapkan dapat menaikkan status Wage menjadi sama seperti anak-anak tersebut.

Sayangnya, setelah belajar di ELS selama beberapa bulan, WR Supratman ketahuan kalau bukan anak kandung Willem dan Roekiyem. Oleh karena itu, pihak ELS pun mengeluarkannya dari sekolah.

Meskipun dikeluarkan dari ELS, Wage masih memiliki semangat belajar yang tinggi. Ia melanjutkan pendidikannya di sekolah anak melayu bernama 2 Inlandsche School (Sekolah Dasar Angka Dua) di Makassar dan lulus secara resmi pada tahun 1917.

Setelah lulus, ia kembali melanjutkan pendidikan dengan mengambil kursus bahasa Belanda. Wage berhasil menyelesaikan kursus tersebut hanya dalam 2 tahun saja dan lulus dari ujian KAE (Klein Ambtenaar Examen) atau Pegawai Rendah.

Dengan semangat belajarnya yang masih menggebu dan bekal bahasa Belanda yang sudah dikuasainya, Wage kembali melanjutkan pendidikannya ke Normaal School, sebuah sekolah keguruan.

3. Mulai Berkenalan dengan Musik

Selama tinggal di Makassar bersama kakaknya, Wage mulai berkenalan dengan musik. Semua itu berawal dari kegemaran Rukiyem dan suaminya mendengarkan dan memainkan alat musik. Tak hanya itu, mereka juga sangat menyukai dan sering menyaksikan sandiwara di Makassar.

Pada ulang tahunnya yang 17, Wage pun mendapatkan hadiah biola pertama dari sang kakak ipar. Melihat bakat Wage dalam bidang musik, Van Eldik mengajaknya untuk bergabung dalam band beraliran jazz benama Black & White.

Setiap malam mereka selalu tampil di gedung Soecieteit di Makassar. Ketenaran band jazz ini membuat Wage dan teman-temannya kewalahan menerima job. Tak hanya itu, penampilannya yang memukau membuat banyak perempuan-perempuan muda mengidolakan Wage Rudolf Supratman.

Baca juga: Biografi Mahatma Gandhi, Sang Empunya Jiwa Agung yang Cinta Damai

Tentang Lagu Indonesia Raya Karya WR Supratman

Biografi WR Supratman - Partitur Lagu Indonesia Raya di Koran SinpoSumber: Wikimedia Commons

Biografi WR Supratman tak akan lengkap jika tidak membicarakan proses pembuatan Indonesia Raya. Apalagi lagu tersebut kini menjadi lagu wajib yang selalu dinyanyikan bersamaan dengan proses pengibaran bendera merah putih pada setiap upacara kebangsaan.

Lalu bagaimana perjalanan lagu Indonesia Raya hingga menjadi lagu nasional yang wajib dinyanyikan di setiap upacara seperti sekarang ini? Simak penjelasan yang sudah kami siapkan di biografi WR Supratman ini.

1. Proses Penciptaan Lagu Indonesia Raya

Ketika masih tinggal di Jakarta, WR Supratman melihat sebuah artikel yang terdapat dalam majalah Timboel. Artikel tersebut mencari pencipta lagu yang bisa membuat lagu kebangsaan Indonesia untuk membantu membangkitkan semangat juang rakyat.

Wage merasa kalau artikel tersebut adalah panggilan untuknya. Ia lalu menjawab tantangan tersebut dengan membuat lagu yang berjudul Indonesia, Indonesia, Merdeka, Merdeka. Judul tersebut menjadi salah satu alasan ia dikejar oleh polisi Hindia Belanda, sehingga judulnya akhirnya diubah menjadi Indonesia Raya.

Saat diinterogasi oleh pihak Hindia Belanda, Supratman mengelak kalau lirik aslinya menggunakan kata merdeka. Ia menyebutkan kalau aslinya ia menggunakan kata mulia, tapi liriknya diganti menjadi merdeka oleh para pemuda.

2. Proses Perkenalan Lagu Indonesia Raya

Lagu Indonesia Raya ini sebenarnya sudah selesai dibuat pada tahun 1926 dan Wage hampir membawakannya ketika Kongres Pemuda I diadakan tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926. Namun, karena Wage merasa kurang percaya diri untuk memainkan lagu Indonesia Raya itu, ia pun mengurungkan niat tersebut.

Pada malam penutupan Kongres Pemuda II di Gedung Indonesische Clubgebow, Wage mendatangi ketua kongres, Soegondo Djojopoespito, untuk minta diberi kesempatan untuk membawakan lagu ciptaannya. Karena pada liriknya terdapat kata “Indonesia, merdeka”, Soegondo khawatir polisi Hindia Belanda akan membubarkan kongres tersebut. Akhirnya Supratman pun mengusulkan untuk memainkan lagu ciptaannya itu menggunakan instrumen biola saja.

Ketika WR Supratman memainkan biolanya, suasana di ruangan kongres itu pun langsung sunyi senyap. Semua orang yang hadir seolah terpaku akan pesona gesekan biola menggetarkan hati yang dimainkan oleh Wage.

Satu tahun kemudian, Wage dihubungi oleh Firma Tio Tek Hong untuk merekam lagu Indonesia Raya dalam format piringan hitam. Sayangnya, rencana itu tidak dapat berjalan dengan lancar karena pemerintah Hindia Belanda langsung melarang lagu tersebut diperdengarkan di mana pun.

3. Proses Peresmian Lagu Indonesia Raya sebagai Lagu Kebangsaan

Sepeninggalnya WR Supratman, banyak orang mengubah lirik lagu Indonesia Raya. Bahkan, sampai muncul ketidakseragaman dalam menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam setiap upacara.

Oleh karena itu, pada tanggal 16 November 1948, Pemerintah Republik Indonesia membentuk Panitia Indonesia Raya dengan Penetapan Presiden No.28 tahun 1948. Panitia tersebut bertugas untuk membuat aturan tata cara menyanyikan Indonesia Raya dalam upacara resmi ataupun tidak.

Setelah menyusun selama sepuluh tahun lamanya, Pemerintah Indonesia akhirnya menetapkan Peraturan Pemerintah No.44 tahun 1958 dan Lembaran Negara No.72 tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Liriknya pun ditentukan sama seperti yang sering dinyanyikan sekarang.

Awalnya, lagu yang memiliki tiga stanza ini hanya dinyanyikan stanza pertamanya saja saat upacara. Namun, sejak bulan Juli 2017, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan agar warga Indonesia menyanyikan ketiga stanza dalam lagu Indonesia Raya pada upacara tertentu.

Baca juga: Biografi Bob Sadino, Sosok Pengusaha Nyentrik yang Selalu Memakai Baju Lengan Pendek dan Celana Pendek

Perjalanan Karier

Biografi WR Supratman - Patung WR Supratman di Dalam MuseumSumber: Instagram – historicalpedia

Karena lebih dikenal sebagai seorang pencipta lagu Indonesia Raya, Anda mungkin mengira kalau perjalanan karier WR Supratman akan berkaitan dengan musik. Namun, faktanya tidak seperti itu. Kalau tidak percaya, simak perjalanan karier WR Supratman di biografi-nya ini.

Setelah lulus dari sekolah keguruan Normaal School, Wage sempat dipindah ke Kota Singkang untuk mengajar di sebuah sekolah. Namun, karena keamanan di Kota Singkang tidak terjamin, Wage memaksakan diri untuk pindah ke Makassar. Namun, setelah pindah ke Makassar, ia harus melepaskan pekerjaannya sebagai guru.

Wage kemudian bekerja di Firma Nedem dan menjabat sebagai klerk atau pramuniaga. Namun rupanya, pekerjaannya ini pun tidak berlangsung lama.

Tak berapa lama, Wage pindah pekerjaan sebagai pegawai di kantor advokat milik rekan kakak iparnya. Sekali lagi, Wage keluar dari pekerjaannya itu setelah beberapa bulan bekerja. Saat itu, karena merindukan keluarganya yang ada di Jawa, ia pun pindah ke rumah kakak keduanya yang bernama Roekinah Soepratirah di Surabaya, Jawa Timur.

Setelah menemui kakaknya yang bekerja di kantor pelayaran itu, ia pindah ke Bandung, Jawa Barat untuk menemui ayahnya. Selama di Bandung, ia mencoba untuk melamar sebagai wartawan di sebuah surat kabar bernama Kaoem Moeda.

Setelah satu tahun bekerja di sana, salah satu teman Wage yang bernama Harun Harahap mengajaknya untuk mendirikan kantor berita baru di Jakarta dengan nama Alpena. Karena saat itu di Jakarta tengah diselimuti oleh semangat kepemudaan dan kebangkitan, jiwa nasionalisme WR Supratman pun mulai tumbuh. Ia berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional dan berusaha membantu mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Sayangnya, saat itu surat kabar Alpena tempatnya bekerja harus ditutup. Wage pun kemudian pindah bekerja di surat kabar Sin Po. Di sana, tugasnya adalah meliput perkembangan rapat para pemuda terkait pergerakan nasional. Sehingga WR Supratman kemudian mulai aktif menghadiri  setiap kegiatan yang berkaitan dengan pergerakan nasional.

Selama bekerja di surat kabar Sin Po, Wage sering kali menerbitkan artikel yang terang-terangan menyudutkan pemerintah Hindia Belanda. Ia pun akhirnya masuk ke daftar buronan kepolisian Belanda.

Meskipun begitu, Wage masih terlihat tenang dan menyamar sebagai penjual buku bekas di Jakarta. Bahkan, lama kelamaan ia tak hanya berperan sebagai wartawan pencari berita, tapi juga menyumbangkan pemikiran dan pendapat untuk kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Biografi Frans Kaisiepo, Pahlawan Nasional di Lembar Uang 10.000 yang Menyatukan Papua dengan Indonesia

Akhir Hayat WR Supratman

Biografi WR Supratman - Makam Baru WR Supratman di SurabayaSumber: Instagram – biolabangsaku

Setelah mengetahui masa muda dan perjuangan WR Supratman pada biografi ini, hal selanjutnya yang perlu Anda ketahui adalah akhir hayat sang pencipta lagu Indonesia Raya. Siapa tahu Anda ingin melakukan ziarah ke makam Wage Rudolf Supratman.

Meskipun WR Supratman sudah menciptakan lagu yang penuh dengan semangat kemerdekaan, tapi ia tidak pernah menikmati kemerdekaan yang telah ia cita-citakan itu. Pasalnya, tepat tujuh tahun sebelum Indonesia merdeka, Wage berpulang ke pangkuan Illahi.

Kejaran dari pihak kepolisian Belanda membuat Wage Rudolf Supratman harus sering berpindah tempat tinggal ke berbagai macam kota, termasuk Surabaya. Ketika berada di Kota Pahlawan itu, ia mengidap penyakit batuk yang cukup parah. Meskipun begitu, ia tetap berusaha memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Suatu hari, ketika Wage Rudolf Supratman tengah memimpin paduan suara yang disiarkan oleh NIROM (Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij atau Maskapai Siaran Radio Hindia Belanda) di jalan Embong Malang, polisi menangkapnya. Ia pun dimasukkan ke dalam penjara Kalisosok.

Selama berada di dalam penjara, kesehatannya semakin menurun. Tepat pada hari Rabu Wage tanggal 17 Agustus 1938, WR Supratman meninggal dunia.

Sayangnya, tak banyak orang yang mengantarkan jenazah Wage Rudolf Supratman hingga ke pemakaman. Setidaknya, saat itu hanya ada sekitar empat puluh orang yang mengantarnya hingga ke liang lahat.

Wage Rudolf Supratman dimakamkan di Tempat Pemakaman Kapas Kampung di Jalan Kenjeran Surabaya. Pada tanggal 20 Mei 1953, jenazahnya dipindahkan ke Pemakaman di Jalan Tambak Segaran Wetan.

Kemudian, setelah ia diakui sebagai pahlawan nasional, pada tanggal 25 Oktober 1953 makamnya dipindahkan ke Jalan Kenjeran, Desa Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.

Baca juga: Biografi Sultan Ageng Tirtayasa, Pahlawan Nasional Asal Banten yang Dikudeta Putranya Sendiri

Karya-Karya WR Supratman

Biografi WR Supratman - Patung WR Supratman di Luar MuseumSumber: Instagram – saddamcahyo

Lagu karya WR Supratman yang paling terkenal adalah Indonesia Raya. Namun, tahukah Anda kalau rupanya lagu tersebut bukanlah satu-satunya karyanya.

Bahkan, selain menciptakan lagu-lagu dengan nilai kebangsaan, Wage juga sempat menerbitkan beberapa buku. Kalau ingin mengetahui beberapa karya WR Supratman selain lagu Indonesia Raya, kami sudah merangkumkan beberapa di biografi ini.

1. Lagu Ciptaan WR Supratman

Selain lagu Indonesia Raya, sebenarnya ada banyak sekali lagu-lagu yang diciptakan oleh WR Supratman. Beberapa di antaranya adalah:

• Indonesia Raya (1928),

• Indonesia Iboekoe (1928),

• Bendera Kita Merah Poetih (1928),

• Bangunlah Hai Kawan (1929),

• Raden Adjeng Kartini (1929),

• Mars Kepandoean Indonesia (1930),

• Di Timur Matahari (1931),

• Mars Parindra (Partai Indonesia Raya) (1937),

• Mars Surya Wirawan (1937),

• Matahari Terbit Agustus (1938),

• Selamat Tinggal (Belum selesai) 1938.

2. Buku Sastra Karya WR Supratman

Meskipun terkenal sebagai pencipta lagu, rupanya WR Supratman pernah menerbitkan buku. Salah satu karyanya yang berjudul Perawan Desa (1929) terinspirasi dari situasi pergerakan rakyat Indonesia yang tengah melawan penjajah. Karena Pemerintah Hindia Belanda khawatir kisah tersebut dapat memprovokasi masyarakat, buku karya WR Supratman itu pun ditarik dan dilarang beredar.

Meskipun begitu, Wage tidak menyerah begitu saja. Satu tahun kemudian, ia menerbitkan buku lain yang berjudul Dara Moeda, Kaoem Panatik (1930).

Baca juga: Biografi Ahmad Yani, Pahlawan Revolusi yang Cemerlang di Bidang Militer Sejak Muda

Kontroversi seputar WR Supratman

Biografi WR Supratman - Museum WR SupratmanSumber: Instagram – biolabangsaku

Setelah WR Supratman meninggal dunia, ada beberapa kontroversi yang muncul dan perlu dibicarakan di biografi ini. Kontroversi tersebut tak hanya seputar kehidupan pribadinya, tapi juga karya besar yang ia buat.

1. Tanggal Lahir

Pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 9 Maret sebagai Hari Musik Nasional. Alasannya adalah tanggal tersebut bertepatan dengan hari ulang tahun WR Supratman.

Akan tetapi, muncul kebingungan ketika sejarah mencatatkan kalau WR Supratman lahir pada tanggal 19 Maret 1903 di Meester Cornelis. Apalagi, tanggal 9 dan 19 Maret pada tahun 1903 rupanya sama-sama jatuh pada pasaran Wage, sesuai dengan pasaran kelahiran WR Supratman.

Setelah melalui penelitian dan wawancara dengan kakak perempuan Wage Rudolf Supratman, akhirnya diketahui kalau tanggal lahirnya yang benar adalah 19 Maret 1903. Agar lebih resmi, pada tanggal 29 Maret 2007,  Pengadilan Negeri Purworejo menetapkan kalau WR Supratman lahir pada hari Kamis Wage, tanggal 19 Maret 1903.

2. Tempat Kelahiran

Selain kontroversi seputar tanggal lahir Wage, ada juga kontroversi seputar tempat kelahirannya. Karena beberapa buku sejarah menyebutkan kalau Wage Rudolf Supratman dilahirkan di Jakarta, sementara buku lainnya menyebutkan kalau tempat lahirnya di Surabaya.

Untungnya, salah satu kakak perempuannya yang bernama Roekijem Soepratijah memperjelas kebenarannya. Kepada Matumona, penulis buku biografi WR Supratman, Roekijem menyatakan kalau adiknya itu lahir di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Pengadilan Negeri Purworejo kemudian resmi menetapkan Desa Somongari sebagai tempat lahir WR Supratman. Apalagi, dokumen yang menyebutkan kalau Wage Rudolf Supratman lahir di Meester Cornelis, Jatinegara, Jakarta, itu tidak pernah ditemukan.

3. Tuduhan Menjiplak Lagu Lain

Bertahun-tahun setelah kematian WR Supratman, seorang seniman bernama Remy Sylado menyatakan kalau lagu Indonesia Raya merupakan jiplakan dari lagu Belanda berjudul Lekka Lekka Pinda Pinda. Remy menyatakan kalau lagu Belanda itu sudah diciptakan terlebih dahulu pada tahun 1600-an.

Namun, dugaan tersebut dibantah oleh pengamat musik bernama Kaye A Solapung. Menurut Kaye, Remy hanya mengulang tuduhan yang diberikan Amir Pasaribu pada tahun 1950-an.

Kaye pun membedah lagu Lekka Lekka Pinda Pinda kemudian menyatakan kalau satu-satunya persamaan lagu tersebut dengan Indonesia Raya adalah memiliki delapan ketukan. Kord dari kedua lagu tersebut jelas berbeda, sehingga Kaye menyimpulkan kalau lagu Indonesia Raya bukanlah jiplakan.

4. Keturunan WR Supratman

Pada bulan Juni 2019, mendadak ada banyak sekali pemberitaan yang menyebutkan tentang seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia bernama Andrea Turk yang sukses di sebuah kompetisi musik di Inggris. Gadis yang berusia 18 tahun itu mengaku-aku sebagai cicit buyut dari WR Supratman.

Banyak orang langsung meragukan kebenaran tersebut, karena pada buku sejarah mana pun tidak ada yang menyebutkan kalau WR Supratman memiliki pasangan, apalagi anak. Lalu bagaimana bisa Andrea Putri Turk mengaku-aku sebagai cicit buyut dari Wage Rudolf Supratman?

Dario Turk, ayah dari Andrea pun meluruskan pemberitaan tersebut. Ia menyebutkan kalau sebenarnya putrinya itu bukanlah cicit buyut WR Supratman, tapi cicit buyut dari kakak WR Supratman yang bernama Ngadini Soepratini. Garis keturunan itu berasal dari ibu Andrea, Endang Turk yang merupakan cucu Ngadini.

Meskipun begitu, Dario menolak tuduhan kalau Andrea sudah berbohong. Karena menurutnya, ketika awal Andrea memulai kariernya sebagai penyanyi dan pembuat lagu, ia menyebutkan sebagai cicit dari keluarga WR Supratman. Medialah yang akhirnya membuat pemberitaan kalau Andrea adalah cicit langsung Wage.

Namun faktanya, pada sebuah postingan akun Instagramnya di tanggal 9 April 2019, Andrea menyebutkan kalau ia adalah cicit buyut WR Supratman.

Baca juga: Biodata Merry Riana, Sosok Wanita Sukses dalam Buku Mimpi Sejuta Dolar

Mengenang Jasa-Jasa WR Supratman Melalui Biografi-nya

Jadi bagaimana? Setelah membaca biografi WR Supratman di artikel ini, apakah Anda semakin mengenal sosok sang pencipta lagu Indonesia Raya? Apakah Anda semakin merasakan semangatnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui musik?

Jika masih kurang terasa, coba simak pesan terakhir yang ditulis oleh Wage Rudolf Supratman sebelum ia meninggal dunia. Pesannya adalah, “Takdirku memang begini inilah yang diinginkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saya meninggal, Indonesia pasti merdeka.”

Kalau Anda ingin mencari biografi pahlawan-pahlawan atau orang terkenal selain WR Supratman, cek kanal Tokoh di website PosBagus.com ini. Di sini Anda bisa mendapatkan biografi Ahmad Yani, Sultan Ageng Tirtayasa, Frans Kaisiepo, Dewi Sartika, Maria Walanda Maramis, dan lain sebagainya.

 

SUMBER; https://www.posbagus.com/tokoh/biografi-wr-supratman/

 

9 atau 19 Maret 1903? Hari Kelahiran WR Supratman Jadi Polemik

 

Sejumlah pelajar melihat biola milik WR. Supratman saat menciptakan lagu Indonesia Raya yang juga dikumandangkan saat kongres Sumpah Pemuda, Jakarta, Rabu (29/10/2014). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Tak lama setelah tangis pertama bayi laki-laki itu pecah pada Maret 1903, ia diberi sebuah nama yang jadi penanda hari lahirnya: Wage.

 

Wage adalah nama hari ketiga dalam sistem pancawara atau pasaran. Nama yang lumrah untuk orang Jawa, selain Legi, Pahing, Pon, dan Kliwon.

 

Beberapa hari kemudian, sang ayah, Sersan KNIL Djoemeno Senen Sastrosoehardjo menambahkannya nama belakang Supratman. Juga pernyataan bahwa putra ketujuhnya itu lahir di tangsi Meester Cornelis, sekarang Jatinegara, Jakarta.

Setelah ayahnya pensiun, bocah itu ikut kakak perempuannya, Rukiyem Supratiyah van Eldik, ke Makassar pada 1914. Diangkat jadi anak. Rukiyem menikah dengan pria keturunan Belanda.

Di sanalah, ia mendapatkan nama ketiganya, Rudolf. "Dengan tambahan nama itu, Supratman dapat masuk Europese Lagere School (ELS) dan statusnya disamakan dengan Belanda totok," demikian dikutip dari artikel yang dipublikasikan dalam Majalah Senakatha edisi 17 Oktober 1993. "Jadi lengkaplah namanya Wage Rudolf Supratman."

Belakangan, Supratman diperintahkan keluar dari ELS setelah terkuak bahwa ia bukan keturunan Belanda atau bangsa Eropa mana pun. Ia pun melanjutkan pendidikan di sekolah berbahaya Melayu.

Selama di Makassar itu juga ia berkenalan dengan musik. WR Supratman belajar memainkan gitar dan biola. Kakak iparnya, van Eldik, memberikan hadiah sebuah biola di ulang tahunnya ke-17 pada 1920.

Punya bakat, WR Supratman lantas bergabung dengan kakak iparnya dalam band beraliran jazz, Black & White. Hampir tiap malam mereka main di gedung Soecieteit Makassar.

Nama Meneer Supratman mendadak sontak terkenal di kalangan gadis-gadis Indo yang terpesona dengan gesekan biolanya.

Selain jadi pemusik, WR Supratman pernah jadi guru, bahkan wartawan di sejumlah media di Bandung hingga Batavia: Kaoem Muda, Biro Pers Alpena (Algeme Pers Nieus Agency), hingga koran Sin Po--mendekatkannya dengan para aktivis kemerdekaan.

Cita-cita 'Satu Nusa, Satu Bangsa, Indonesia Raya' menggetarkan hati pemuda yang sakit-sakitan itu. Saat itulah ia bertekad menggubah lagu untuk mengiringi perjuangan tersebut.

"Mas Tabrani, saya terharu kepada semua pidato yang diucapkan dalam Kongres Pemuda Indonesia I. Terutama pidato Mas Tabrani dan Sumarto. Citap-cita Satu Nusa, Satu Bangsa yang digelari Indonesia Raya itu akan saya buat dan namanya Indonesia Raya," demikian yang disampaikan WR Supratman pada tokoh pemuda, M Tabrani.

Lagu itu kemudian diperdengarkan pada malam penutupan Kongres Pemuda II di Gedung Indonesich Clubgebow di Jalan Kramat Raya 106 pada 28 Oktober 1928. Hanya musik, tanpa teks.

Suasana senyap saat WR Supratman memainkan biolanya. Selama lima menit itu semua orang terpaku. Ada getar yang tak bisa diwakilkan dengan kata-kata saat mendengar iramanya.

Jelang akhir tahun 1928, Indonesia Raya akhirnya dinyanyikan, masih dengan iringan biola WR Supratman. Lagu itu lantas populer.

Di sisi lain, penjajah dari Negeri Belanda tak senang. Terutama karena kata 'merdeka' yang diulang-ulang dalam Indonesia Raya. Itu tindakan radikal, kata mereka. WR Supratman pun dituduh menghasut.

Sejak itulah hidupnya tak tenang. Gerak-geriknya diawasi. Ia merasa diintai seribu mata. WR Supratman bahkan nyaris dilandrat gara-gara mencantumkan kata merdeka dalam lirik lagunya. Polisi juga sempat memeriksanya. 

"Ia jadi sering mengurung diri bekerja dalam kamar yang sunyi," demikian dikutip dari buku Meluruskan Sejarah dan Riwayat Hidup Pencipta Lagu Kebangsaan Republik Indonesia karangan Anthony C. Hutabarat.

WR Supratman tak pernah menikmati kemerdekaan yang ia cita-citakan. Ia bahkan berpulang saat ibu pertiwi dalam kondisi terjajah.

Hari itu 17 Agustus 1938, tanggal yang sama dengan kemerdekaan RI tujuh tahun kemudian, ia mengembuskan napas paripurna. WR Supratman dilaporkan meninggal dunia akibat batuk yang lama diidapnya.

Tak banyak orang yang mengantarnya ke pemakaman. Sosoknya nyaris terlupakan. Hanya sekitar 40 orang yang melayat hingga liang lahad. WR Supratman dimakamkan secara Islam, dimandikan, dan dibalut kain kafan.

Pada 1971, WR Supratman dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Kemudian tanggal lahirnya, 9 Maret 1903 dijadikan Hari Musik Nasional. Yang belakangan itu kemudian jadi polemik...

 

by Taboola

Sponsored Links

Karamat: rumah kontainer yang belum terjual dijual hampir tanpa biayaShipping Container HomesDapatkan Promo

Harga mobil bekas di Karamat bisa mengejutkan andaMobil Bekas | Cari Iklan

https://adserver.kl-youniverse.com/lg.php?bannerid=0&campaignid=0&zoneid=3&loc=https%3A%2F%2Fwww.liputan6.com%2Fnews%2Fread%2F3920199%2F9-atau-19-maret-1903-hari-kelahiran-wr-supratman-jadi-polemik&referer=https%3A%2F%2Fwww.google.com%2F&cb=8521f12a54

2 dari 2 halaman


9 Maret atau 19 Maret?

Sejarah mencatat, WR Supratman lahir pada 19 Maret 1903 di Meester Cornelis. Namun, versi lain menyebut, sang komponis lahir pada 19 Maret 1903.

Versi kedua ditetapkan dalam putusan Pengadilan Negeri Purworejo pada 29 Maret 2007. Hakim menetapkan, Wage Rudolf Soepratman lahir pada Kamis Wage, 19 Maret 1903 di Dukuh Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Jika ditelusuri dari namanya, 9 Maret 1903 dan 19 Maret 1903 sama-sama jatuh pada hari Wage. Ada enam hari wage pada bulan dan tahun tersebut. Yakni pada tanggal 4, 9, 14, 19, 24, dan 29.

https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/yE5N5FqFBN1QGc_yAD2iJL6PNzU=/673x379/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2754650/original/075558500_1552922029-20190318-WR_Supratman.jpg

Perbesar

 

Penanggalan Jawa pada Maret 1903 (kalenderjawa.com)

 

Penetapan PN Purworejo mengoreksi keterangan tentang WR Supratman selama ini yang lahir di Jatinegara, Jakarta, pada tanggal 9 Maret 1903.

"Sebagai warga Purworejo tentu kita berharap ada pengakuan formal bahwa WR Supratman adalah putra bangsa yang lahir di Purworejo. Kita juga meminta pelurusan sejarah agar anak cucu mendapatkan informasi yang benar," kata Bupati Purworejo, Kelik Sumrahadi, pada 2008 lalu, seperti dikutip dari Antara.

Menurut anggota Tim Pelurusan Sejarah WR Supratman, Soekoso DM, selama ini Wage (panggilan WR Supratman) tertulis lahir di Meester Cornelis, Jatinegara, Jakarta.

Keterangan tentang hal itu, katanya, berdasarkan pengakuan kakaknya, Roekijem Soepratijah van Eldik yang dituliskan Oerip Supardjo kepada Matumona, penulis biografi WR Supratman.

Namun, ia mengungkapkan, Oerip telah meralat keterangan itu dengan menyebut bahwa Wage lahir di Somongari. Ia menjelaskan, dokumen kelahiran Wage di Jatinegara dan Arsip Nasional di Jakarta hingga saat ini tidak pernah ditemukan.

Kemungkinan, katanya, Roekijem yang bersuami orang Belanda itu merasa malu jika Wage sebagai pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, ternyata lahir di desa.

Pada sidang di PN Purworejo, tahun 1978, katanya, dua warga Somongari dihadirkan sebagai saksi kelahiran Wage, yakni Amatrejo Kasum dan Martowijoyo Tepok.

Dua saksi itu, katanya, menyebut bahwa Wage lahir di desa itu pada hari Kamis Wage (Kalender Jawa). Mereka menyebut bulan dan tahun kelahiran tetapi lupa tanggalnya. "Hingga saat ini referensi tentang asal usul Wage di Purworejo masih lengkap," kata dia.

Asisten III Sekretaris Daerah Pemkab Purworejo, Abdurrahman, mengatakan jika pemerintah pusat menetapkan Wage berasal dari daerah itu selanjutnya pemkab setempat akan mengembangkan Desa Somongari sebagai desa wisata.

Selain itu, katanya, pemkab juga mewacanakan pemindahan makam Wage yang selama ini di Surabaya, Jawa Timur ke Purworejo. Wage wafat pada 17 Agustus 1938 dan dimakamkan di Pekuburan Kapas Kampung, Jalan Kenjeran Surabaya.

Cucu keponakan Wage, Suyono, mengharapkan pemerintah serius meluruskan sejarah pencipta Indonesia Raya itu.

Selain polemik kelahiran WR Supratman, sejumlah kejadian bersejarah di Indonesia terjadi pada 19 Maret.

Pada 1995, Raden Rara Nike Ratnadilla Kusnadi atau yang lebih dikenal sebagai Nike Ardilla tewas pada usia yang masih muda, 19 tahun, dalam kecelakaan mobil di Bandung, Jawa Barat (Jabar).

Sementara, gempa berkekuatan 5,2 Skala Richter terjadi di barat daya Lebak, Banten, Senin 19 Maret 2018 pukul 18.36 WIB. Pusat gempa berada di 7,40 Lintang Selatan, 105,95 Bujur Timur, 98 km Barat Daya Lebak, Banten dengan kedalaman pusat gempa 10 kilometer, namun tidak berpotensi tsunami.

 

Sumber ; https://www.liputan6.com/news/read/3920199/9-atau-19-maret-1903-hari-kelahiran-wr-supratman-jadi-polemik

 


 [07.38, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Di video  itu saja tidak jelas agamanya apa.

 

Dia ikut Kakaknya yang nikah dengan orang Belanda. Mungkin juga pernah dibaptis.

Tidak ada yang mencatat dia baiat atau tidak.

Di buku Sejarah Kenangan-kenangan 10 Kabupaten Madiun hanya disebut ketika sakit WR Supratman mengikuti aliran Ahmadijah . Dan tidak ada referensinya yang jelas.

 

[07.44, 15/8/2023] Jai kudus Surabaya ARH: Mas Barik , kalau  masalah. Baiatnya Krn jamannya mungkin tidak seperti sekarang ada surat Pernyataan Baiat nya Monggo Kunjung Makam Wr Rudolwe Supratman , di Surabaya  yg sudah di Pugar ,menjadi tempat wisata Jiarah makam  sy  siap menjadi pemandu  .

[07.46, 15/8/2023] Jai kudus Surabaya ARH: Asli AREK Suroboyo Iki Cak

 

[07.52, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Dari sejarah JA Surabaya sendiri tidak pernah ada cerita WR. Supratman pernah " bersentuhan " dengan anggota mau pun mubaligh yang bertugas saat itu di sono.

 

Baiatnya dimana dan di tangan siapa tidak ada ceritanya.

 

[08.02, 15/8/2023] Jai kudus Surabaya ARH: Di Surabaya waktu itu ya  masih perang Mas masjid belum ada tapi orang  Ahmadi yg asli  India ada beberapa anggota ,rumah mereka  ada walaupun SDH di pugar

 

[08.09, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Ya. Saya sudah nyimak sejarah JAI Surabaya.

Dari tokoh awalin nya di sono juga tidak pernah ada cerita sosok anak muda kurus tinggi yang hobby main Biola yang baiat.

 

Di Jakarta pun tidak pernah ada cerita anak muda tinggi kurus yang baiat di gang Gerobak yang sekarang Jl. Balikpapan Jakpus.

 

[08.12, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: kalo menurut bukunya aktifnya di cimahi

 

[08.12, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: cimahi bandung

[08.13, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: kalo di jakarta masih keluar masuk bar tempat dansa dansi noni noni belanda

[08.14, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: Salah total , lahirnya 9 maret 1903 , BUKAN 19 Maret 1903

Dan di Jatinegara , Jakarta ,. Bukan Purworejo

[08.14, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: ini langsung dikoreksi sama keluarganya WR Supratman

[08.16, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: wong yang bikin video gak ngerti sejarah dan gak mau konfirmasi kepada keluarga sebagai sumber informasi pertama

 

[08.16, 15/8/2023] Barik SH 2020: Waduh

[08.18, 15/8/2023] Barik SH 2020: Tapi PB JAI sudah terlanjur mengakui bahwa beliau adalah seorang Ahmadi, Ada selebaran photo2 nya masuk dalam tokoh2 JAI

 

[08.24, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: ini ngaco yg bikin video dan narasinya tidak tau sejarah...

 

[08.32, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Betul.

Di Cimahi Bandung WRS juga suka mengisi acara musik di klub malam atau Cafe.

 

Dan terakhir pindah ke Surabaya kondisi sakit ikut Kakaknya.

 

Di Surabaya WRS bergaul dengan Cokroaminoto yang gandrung dengan literatur Ahmadiyah, terutama karya-karya Maulvi Muhammad Ali, tokoh Ahmadiyah Lahore.

 

[08.34, 15/8/2023] Barik SH 2020: Mungkin beliau bai’at disini?

 

[08.38, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: emang menurut keluarganya selama dalam persembunyiannya tdk ada orang yg mengetahui...menurut saya sih mungkin dia salah satunya tempat bersembunyi yaitu ke mesjid karena belanda tahu biasanya WRS biasa ke tempat2 dansa dansi seperti cafe2 atau pub2

[08.39, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: jadi tdk diriwayatkan

 

[08.39, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Cokroaminoto sendiri tidak pernah menjadi pengurus, pendiri atau anggota GAI.

Tapi pernah ada cerita Cokroaminoto pergi ke Lahore.

Nah, Cokroaminoto baiat ke Ahmadiyah Lahore atau cuma berkunjung, tidak ada kejelasan.

 

Seperti halnya Irfan Dahlan, putra kiai Ahmad Dahlan, juga pernah belajar ke Lahore.

Tapi dia baiat atau tidak ke Ahmadiyah Lahore tidak jelas.

Irfan Dahlan hijrah ke Thailand juga bukan sebagai orang misi Ahmadiyah Lahore.

 

[08.41, 15/8/2023] Barik SH 2020: Tapi keyakinan Muhammadiyah bahwa Nabi Isa AS sudah wafat mirip sekali dengan pemahaman Jemaat.

 

[08.46, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Kalau pun dugaan itu WRS " ngumpet " di masjid Jemaat.

 

Pertanyaannya " masjid Jemaat " mana tempat ngumpet WRS.

 

Dan pastinya ada cerita... Dulu ada anak muda yang dikejar-kejar polisi Belanda ngumpet di masjid sini. Dan baiat ditangan bapak Mubaligh Anu...

 

Adakah cerita atau riwayat seperti itu.

 

[08.47, 15/8/2023] Jai Arya S: Emang gol. Lahore pake baiat juga?

 

[08.48, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Pake

 

[08.50, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: ya mungkin orang2 mesjid jg ga tau bahwa beliau WRS kan blm ada WA grup, tiktok  jadi ada info viral nya lama... 😂

[08.51, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: jgn kan begitu tahun 80 an aja bisa beda makanan pempek yg dijual di bandung dengan aslinya di palembang atau sebaliknya combro yg dijual di palembang bisa beda dengan aslinya comro di bandung

[08.52, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: krn informasi tdk segampang skrng

 

[08.59, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Kalau dia ngumpet pasti ada yang beliin nasi bungkus lah.

Ahli suffah pasti tahu.

😀

[09.01, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Bpk H. K. Bachrum Ketua GAI sedang menerima baiat seseorang. Sumber situs GAI.

 

[09.04, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: pasti namanya jg disamarkan jadi wawan atau udin

[09.07, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: dan mungkin orang2 jg blm begitu mengenalnya karena blm ada tv dan internet

 

[09.08, 15/8/2023] Barik SH 2020: Betul, mungkin juga Jemaat waktu itu belum merasa bangga seorang WR. Supratman bai’at masuk Ahmadiyah..

Sekarang beda 😀

 

[09.08, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: HOS Tjokroaminoto dan Ahmadiyah

https://ahmadiyah.org/h-o-s-tjokroaminoto-dan-ahmadiyah/

 

[09.10, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: kita mengenal sejarah itu kalo ada catatan2nya baik itu di batu, daun lontar, relief goa atau pun riwayat yg diceritakan turun temurun

 

[09.11, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Dalam buku Sejarah WR Supratman karya Bambang Sularso terbitan P&K, ketika sakit  WR Supratman dijenguk oleh HOS Tjokroaminoto.

 

Kalau pun WRS baiat, kemungkinan di Ahmadiyah Lahore. Ini hanya dugaan dan analisa.

[09.13, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Nah, masalah di internal JAI sendiri tidak ada cerita turun temurun mengenai WRS.

 

Dan di buku 10 Tahun Kabupaten Madiun penulisnya juga tidak menyebutkan cerita WRS mengikuti aliran Ahmadiyah sumbernya darimana.

[09.15, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Banyak anggota yang memposting daftar thoriqoh NU diatas. Disangkanya daftar thoriqoh nomer 1 adalah maksudnya utk Jemaah Ahmadiyah padahal bukan.

 

Thariqoh Ahmadiyyah

 

Thariqoh ini dinisbatkan kepada seorang wali kutub (pemimpin wali) terkenal yang bernama al-Sayyid al-Hasib al-Nasib Abu al-Abbas Sayyid Ahmad al-Badawi al-Syarif Ra (w.675 H). Beliau masih keturunan Rasulullâh dari jalur Sayyidina Husain bin Ali.

[09.16, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Atau bisa saja WRS ikut aliran thoriqoh Ahmadiyah....

 

[09.21, 15/8/2023] Jai Desirum Fat: menurut keluarga WRS riwayat WRS sendiri ada beberapa versi temasuk video yg diatas dan semuanya salah apalagi yg dinarasikan oleh Rocky Gerung dalam film WRS... menurut keluarganya salah satunya yg ga masuk logika adalah WRS lahir di purworejo dan umur 3 bulan dibawa ke jakarta itu aja tidak masuk logika krn umur 3 bulan jika dibawa perjalanan jauh dan lama bisa mati dijalan ... dulu bisa berhari2 purworejo ke jakarta... itu salah satunya yg ga masuk akal dan lahir tgl 19 Maret padahal lahirnya tgl 9 maret dan 9 maret itu diperingati sebagai hari musik nasional

 

 [09.25, 15/8/2023] Jai Dady Ha: klo gk salh ia prenah jd MenAg  yaa d zaman OrBa

 

[09.53, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: HM Bachrun pensiunan Tentara. Pangkat terakhir Brigjen TNI.

https://ahmadiyah.org/al-hajj-muhammad-bachrun/

 

[09.55, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Saya sendiri kelahiran Banyumas.

Masih orok kata orang tua dibawa ke Jakarta.

 

Dan di akte kelahiran ditulis kelahiran Jakarta.

[09.58, 15/8/2023] Jai Darisman Broto: Di buku Kenang-kenangan 10 Tahun kabupaten Madiun.

Ditulis ketika sakit WR Supratman mengikuti aliran Ahmadijah....

 

Pertanyaannya. Ikut aliran Ahmadijah yang mana.

1. Ahmadiyah Qadian ( JAI)

2. Ahmadiyah Lahore ( GAI)

3. Ahmadiyah ( thoriqot)

 

[10.14, 15/8/2023] Jai Nasir Jogya Ahmad: HM Bachrun pensiunan Tentara. Pangkat terakhir Brigjen TNI.

https://ahmadiyah.org/al-hajj-muhammad-bachrun/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar