Nostalgia

Era Baru di Qadian
       
Khalifah Kedua, putra Masih Maud, menikah dengan Maryam Siddiqah pada tahun 1922. Saat itu Maryam berusia 17 tahun dan Khalifah 33 Tahun. Maryam merupakan istri ketiga beliau. Tahir dilahirkan di Qadian pada tanggal 18 September 1928.
           
Hari itu adalah hari gembira dan hari libur karena kereta api yang pertamakali akan datang ke Qadian dari Amritsar, sejauh 35 mil, melalui rel kereta api yang baru saja selesai. Banyak dari pemuka desa telah pergi ke Amitsar agar mereka dapat menumpangi kereta itu dan ambil bagian dalam perjalanan pertama yang bersejarah itu.
            Akibatnya stasiun kereta api telah penuh sejak pagi oleh orang-orang yang ingin mencari tempat yang baik untuk melihat kedatangan kereta itu. Ada yang sudah naik kereta api disepanjang jalan-jalan kereta dan mereka mengambil kesempatan membanggakan pengalaman itu kepada para tetangga yang belum pernah keluar Qadian bahwa lokomotif meniupkan uap air dan asap, tapi tidak perlu takut.
            Setiap orang, kecuali mungkin kusir delman yang kereta kudanya tidak akan banyak dipakai lagi, setuju bahwa kereta api itu adalah baik dan hari ini membawa era baru masuk ke Qadian serta, tentunya, bagi Jemaat Ahmadiyah. Makin banyak orang dapat datang ke Qadian sekarang dan Jemaat dapat banyak melatih mubaligh.
            Diantara anak-anak yang bermain distasiun terdapat Muzzafar, yang pada kemudian hari menjadi Mentri keuangan Pakistan dan selanjutnya direktur Bank Dunia.
            “Kami anak-anak dipenuhi kegembiraan yang amat sangat tentang kedatangan kereta,” ia mengenang. “Hari itu adalah hari besar”. Tapi ia juga mengenang “obrolan gembira” orang tuanya mengenai kelahiran putra Khalifah Kedua. Mereka mengatakan hal itu adalah karunia karena meskipun Maryam sudah mempunyai dua orang putri, Amatul Hakim dan Amatul Basit, putranya yang terdahulu telah wafat ketika masih bayi dan Maryam sangat menginginkan seorang anak laki-laki.
            Tahir adalah seorang anak yang cakap, gagah dengan mata coklat gelap dan rambut hitam lebat. Hidungnya mancung.Ibunya sangat berhati-hati menjaga kesehatan dan kekuatan Tahir. Setelah ia berhenti disusukan setiap hari pengasuhnya membawanya  ke pertanian yang dekat dimana susu dari sapi diperas langsung jatuh ke mulutnya. Dengan cara ini susu bukan saja hangat , menyenangkan dan baik untuk anak-anak yang sedang tumbuh, tapi juga menjamin tidak ada kontaminasi  terhadap susu dari sumber luar.
            Tahir jarang sakit pada masa kecilnya dan anggota-anggota tua Jemaat Ahmadiyah ingat pada tertawanya dan matanya yang ceria. Ia seorang anak yang riang, siap untuk main sepak bola dengan teman-teman seusianya, siap menantang salah satu dari mereka untuk suatu permainan ”berbahaya” yang mungkin berupa berjalan diatas dinding atau melompati nbecek yang lebar ketika musim hujan datang, selalu banyak akal dibandingkan kebanyakan temannya baik disekolah maupun diluar sekolah, dan siap mempermainkan guru jika merasa ia tidak akan dihukum.
            Ia juga siap, belakangan diakuinya untuk mentertawakan hal –hal yang mungkin tidak boleh ditertawakan –misalnya teman yang gagal membuat lompatan diatas becek dan mendarat dilumpur, atau nasib sial seorang penjaga toko yang dagangannya tumpah.
            “Mungkin saya mempunyai rasa humor yang  bagi orang dewasa melelahkan”  ia berkata. “ Saya terlalu mudah mentertawakan apa saja”.


            Kesenangnanya akan humor dibawa  masuk kerumah .Ayahnya  Khalifah  Kedua ,adalah  seorang yang   berwibawa  .sadar akan tugas yang harus dilaksanakannya  , dan akibatnya merupakan orang yang sangat suci dalam segi penolakannya untuk bersenang –senang dan santai .
            “Beliau terlihat sangat  pendiam pada masa kanak –kanak saya, kami memandangnya dengan hormat dan kagum ,” Tahir  mengenang  . “ Meskipun ia mencintai kami dan kadang –kadang  bermain dangan kami ,masih ada pemisah , jarak kedudukan karena beliau adalah ketua Jemaat  A h m a d I y a h          . Kami tidak pernah memanfaatkan  kenyataan bahwa ia adalah ayah kami dan selalu   ada jarak kedudukan antara kami.”
            “Sebagai anak - anak  kami sangat jarang merasa bebas menanggapi dengan santai  sikapnya yang bercanda. Kadang-kadang    kami  menanggapinya juga dan secara pribadi  saya lebih sering menanggapiya dari anak -anak  lain dan kadang - kadang  membuat  beliau  tertawa . Dan itulah keahlian khas saya .”
            Tapi Tahir kena batunya jika ibunya menjadi khawatir bila dengan gurauanya ia menjadi tidak hormat kepada ayahnya dalam segi tertentu.”Ibu akan benar-benar marahpada saya, hampir-hampir ia tidak dapat mengontrol kemarahanya pada saat demikian,” ia ingat.
            “Ibu bukanlah wanita terpelajar menurut pengertian masa kini. Ibu membaca surat kabar,juga kadang-kadang membaca buku ,tetapi ia tidak terlalui asyik belajar atau mendalami literatur.  Ibu adalah seorang yang sederhana hatinya. Pada dasarnya agamanya adalah cinta. Ia mencintai pendiri Islam yang suci, Al Qur’an, dan pendiri Jemaat Ahmadiyah.”
            Jika ia merasa Tahir kurang memperdulikan pelajaran Al Qur’an atau ajaran-ajaran Islam, maka Ibu menjadi sangat marah dan menghukumnya dengan sangat keras.
            Hanya setelah ia menjadi Khalifah alasan kekhawatiran ibu tampak.
            Kedudukannya sebagai istri Khalifah adalah istimewa. Ketika Mubarak , putra Ahmad (Masih Mau’ud) yang masih bayi sakit keras dan dikhawatirkan meninggal ada kepercayaan kuat  bahwa jika ia dikawinkan maka Tuhan akan memperpanjang  hidupnya. Akibatnya ia dinikahkan  dalam  upacara Agama dengan Maryam, bayi perempuan putra Syed Abdus Syattarsyah, yang namanya menunjukan bahwa ia keturunan langsung Rasullullah.
            Tetapi Mubarak wafat. Ahmad kemudian berkata bahwa beliau berharap agar kelak ia menikah dengan anggota keluarga, jadi mempersatukan darah Rasullulklah dan dirinya sebagai pengikut Rasullullah, yaitu Masih Mau’ud. Ketika Maryam berusia 17 tahun Khalifah Kedua memutuskan bahwa beliau harus menuruti keinginan ayah beliau dan membawa Maryam kedalam keluarga  sebagai istrinya. Maryam sangat menyadari kenyataan bahwa ia merupakan keturunan langsung Rasullullah dan bahwa ia telah dipilih untuk menjadi istri putra Ahmad yang istimewa. “Maryam sangat religius dan satu keinginannya yang menggebu adalah supaya Tahir tumbuh dewasa dan bersinar sebagai bintang di galaksi Islam dan Ahmadiyah.” Kata Mr. M.M.Ahmad.
            Namun kenyataan bahwa Tahir adalah putra Maryam satu-satunya  tidak membuat ia terlalu dilindungi atau dimanjakan.”Saya tidak pernah dimanjakan , baik oleh ayah maupun oleh ibu saya. Malah saya merasa tidak diacuhkan,” katanya.
            Saudaranya yang lain Amatul Jamil telah lahir. Keempat istri Khalifah semuanya memiliki apartement tersendiri dan setiap keluarga menjaga identitasnya sendiri dengan Khalifah menyediakan satu hari khusus dalam seminggu untuk setiap keluarga. Beliau biasanya tinggal dilantai kedua sedangkan apartement-apartement para istri beliau berada dilantai pertama.
            Untuk ke 21 anaknya beliau berkeras akan pembagian yang mutlak – jika seorang anak perempuan mendapat baju baru maka semua anak perempuan beliau juga memperoleh baju baru. Hal yang sama berlaku untuk putra-putra beliau. Sebagai akibatnya anak-anak Khalifah tumbuh dewasa dengan rasa kasih persaudaraan untuk satu sama lain dan mereka hidup bersama. Mereka memandang setiap istri Khalifah sebagai Ibu yang lain.
            Tentu saja juga istri-istri Khalifah selalu memandang satu sama lain penuh kasih sayang. Khalifah kedua kemudian menikah tujuh kali. Tentu saja beliau tidak pernah mempunyai lebih dari empat istri  pada waktu yang sama sesuai yang diijinkan hukum Islam. Beliau sering menikah, katanya untuk menyelamatkan penerus keluarga Muhammad. Putra-putra Khalifah Kedua,  yang mengamati betapa beratnya tanggung jawab mempunyai empat istri sekaligus, pada kemudian hari masing-masing hanya menikah dengan satu istri.
            Kadang –kadang diantara surat yang diterima Khalifah akan menemukan surat dari istrinya Maryam. “Doakanlah saya,” ia akan memohoin demikian, sama seperti yang dilakukan setiap anggota Jemaat lainnya, karena meskipun beliau itu suaminya yang dicarinya adalah do’a beliau sebagai Khalifah. Do’a-doa Khalifah selalu mendapat perhatian khusus dari Tuhan.
            Maryam adalah faforit yang dikunjungi semua anak-anak dan Mr.M.M.Ahmad sepupu dekat Tahir berkata, “ia sangat populer.  Sesungguhnyalah ia tante faforit kita  dan ketika bermain disekitarnya ia akan memberi kita makanan dan kue-kue pilihan dan buah-buah yang dikeringkan , atau buah segar sesuai dengan musim, dan tentunya percakapan yang menyenangkan.”
            Sebagai anak kecil Tahir bermain disekitar Qadian dengan teman-teman seusianya. Tidak semuanya orang Islam. Keluarga disamping rumah adalah Orang-orang Hindu dan mereka bersama Tahir membuat jembatan papan diantara rumah-rumah mereka sehingga mereka dapat mengunjungi satu sama lain tanpa selalu harus melalui pintu depan.
            Ada berbagai karakter orang di Qadian dan, seperti disemua kota kecil atau desa, anak-anak kecil mengenal semuanya. Ada wanita yang selalu memakai piyama bergaris, siang dan malam. Diatas segalanya, ada Zahur Hussen, Mubaligh Ahmadi pertama ke Soviet Rusia.
            Beliau telah dipukul dan dianiaya selama dua tahun di penjara-penjara Rusia dan ada bekas-bekasnya  pada punggung. Kadang-kadang Tahir dan teman-temannya meminta orang tua ini untuk memperlihatkan punggungnya dan mereka akan menatap bekas luka-luka lama itu diam-diam sambil berpikir apakah mereka akan pernah mempunyai keberanian untuk menanggung hukuman demikian.
            Sebagai putra Khalifah Tahir mempunyai kedudukan istimewa, namun kadang-kadang Tahir dengan senang hati ingin menyerahkan kedudukan itu pada teman sekolahnya yang mana saja. Tentunya ia dan ke-21 saudara se-ayahnya diperlakukan dengan hormat, tapi selain itu ia diharapkan menjadi teladan ***dan menjadi bintang dalam pelajaran. Kesukaannya pada humor, dan kadang-kadang kenakalannya, tidak selalu memudahkannya untuk menjadi teladan *** dan ia sama sekali tidak menjadi bintang kelas. Ia ketinggalan dibelakang.
            “Ibu berkata ia ingin saya menjadi dokter, ahli penyakit. Saya tidak ingin menjadi dokter, tapi karna hormat saya mencoba belajar mencapai tujuan itu, tapi, sejak awal, saya merupakan pelajar terburuk. Pendidikan saya bukanlah factor formal dalam hidup saya – saya kira pendidikan formal saya malah tidak memainkan peranan apa-apa.
            Yang terjadi adalah, saya bukannya mempelajari buku-buku dan menghafal bagian-bagian yang tepat supaya dapat nilai tinggi, tetapi hanya membaca sepintas. Saya mengerti apa isinya, saya paham maksudnya, dan saya mendapat dasar untuk mengetahui kelanjutannya. Tapi saya tidak pernah jadi anak yang pintar.
            “Misalnya, studi sains saya hancur total sejauh menyangkut nilai baikl. Tapi studi tersebut membukakan jalan-jalan baru bagi saya untuk mempelajari buku-buku lain mengenal pokok tersebut dan saya senang sekali menambah pengetahuan saya, namun itu bukanlah pengetahuan yang menunjang untuk memperoleh diploma atau gelar sarjana. Saya hanya senang mengetahui lebih banyak.
            “Kalau ujian ada system dimana kalau kita gagal dengan kurang 5 angka, kita dapat memperoleh tambahan lima angka lagi sebagai “belas kasihan” yang diberikan lebih rendah, saya gagal. Saya ingat dalam ujian Bahasa Inggris saya yang pertama saya hanya mempeoleh 3 angka dari keseluruhan 150. saya bukan pelajar yang baik dan saya sangat sedih karena membuyarkan harapan Ibu. Hal ini  membuatnya sangat terpukul.
            Hal ini juga tidak menggembirakan Ayahnya. Pada pertengahan Tahun tiga-puluhan radio dan film sedang menyebar luas. Khalifah menganjurkan untuk tidak mendengarkan radio dan melarang pergi ke bioskop. Beliau menganggap hal itu menimbulkan kemasalahan pada cara hidup – orang akan menjadi lebih bebas melanggar aturan dan terlena oleh daya tarik kebendaan. Bahkan orang-orang sangat miskin yang akan tidak pernah mencapai standard itu akan sangat terpengaruh oleh film. Mereka akan selalu ingin mencapai tingkat kemewahan itu.
            “Saya sedang dalam usia dimana saya ingin pergi menonton, tapi hal itu dilarang jadi kami tidak pergi,”Tahir mengenang”.
            Khalifah menjelaskan alasan pelarangan itu pada suatu khutbah Jumat – mereka adalah Jemaat yang miskin, mereka mempunyai tugas kolosal yang harus dicapai sehingga mereka harus membatasi diri dari bersenang-senang agar dapat menabung uang untuk mengkhidmati Islam. Dalam rumah tangga beliau sendiri diterapkan ekonomi yang tegas – beliau berkeras bahwa beliau hanya boleh diberi satu macam hidangan setiap kali makan. Itu sudah mencukupi. Tiga atau empat macam setiap kali makan bukan hanya tidak perlu tapi juga merupakan dosa pemborosan.
            Pada masa itu musik film mulai populer diradio tapi banyak orang Ahmadi beranggapan mendengarkan musik film tidak suci. “Ayah sangat menentangnya, tapi beliau akan menutup telinga kalau anak-anak sekali-sekali mendengarkannya, beliau mentolerir hal itu sebagai manusiawi. Misalnya, saya tahu beberapa kali beliau melalui kamar saya ketika saya sedang mendengarkan musik dan beliau tidak menghentikannya. Beliau tidak akan campur tangan. Tetapi jika saya, atau siapa pun, terlalu hanyut dalam musik atau apa saja maka beliau akan segera menghentakan kaki beliau”
            Meskipun pengaruh agama di rumah sudah tentu kuat dan murni, selalu ada toleransi. Juga tidak ada pengaruh dalam bentuk dogma, melainkan dalam bentuk nilai-nilai manusia yang diciptakan agama atau pengaruh kepribadian seseorang dan nilai-nialai ini docontohkan oleh orang-orang hidup.
            “Dengan demikian sejak kecil saya terkesan sebagian oleh Ibu, sebagian oleh bibi-bibi, sebagian oleh ayah saya, dan mereka meninggalkan kesan-kesan mendalam, betul-betul tak terhapus, dalam hati saya dan membimbing saya menjadi saya hari ini. Ketika beliau mengahadapi suatu keputusan yang sulit ayah saya biasa meminta semua anak beliau untuk mendoakan beliau. ‘Saya memerlukan doa kalian,’ kata beliau.”